The Journey Begins
Kapan aku pertama menyadari bahwa aku benar-benar
bepergian ke Lebanon bukanlah pada saat aku sudah memegang tiket Qatar Airways tujuan Lebanon, juga
bukan saat aku berangkat naik mobil pagi-pagi jam dua dinihari dari rumah ke Bandara
Soekarno Hatta. Pertama kali ku
mendapati kenyataan bahwa aku akan pergi Ke Lebanon bukan pula ketika aku sampai
di Bandara Internasional Beirut, juga bukan ketika Saya menginjakkan kaki
pertama kali di tanah Lebanon.
Lalu? Pertama kali benar-benar tersadar
bahwa aku akan ke Lebanon, adalah pada saat aku merampungkan proses check-in
dan akhirnya harus masuk ke ruang tunggu di Terminal 2 lantai 2 Soekarno Hatta untuk international
departure. Meskipun sedih harus meninggalkan Istri dan anakku
tersayang di luar Bandara tetapi saat
itu mau tidak mau harus segera masuk ke ruang tunggu, karena sudah mendekati
waktu Boarding.
Penerbanganku ke Lebanon bukan direct flight dan harus transit di Doha (Qatar)
terlebih dahulu kemudian dilanjutkan ke Beyrut. Penerbangan dari Jakarta ke
Doha dengan Qatar Airways (QR) 959 ditempuh dalam waktu penerbangan selama
kurang lebih 8 jam dengan waktu transit di Hamad
International Airport di Doha selama 2.5 jam kemudian dilanjutkan dengan
Qatar Airways yang lebih kecil dengan nomor penerbangan (QR) 420 ke Beyrut
selama 3 jam. Take off dari Jakarta tanggal 26 Februari 2015 pukul 06.10 WIB,
jadi aku yang tinggal di luar Jakarta harus berangkat jam 2.30 pagi untuk
sampai di Airport dua jam sebelum keberangkatan, sehingga aku masih punya cukup
waktu untuk melalui serangkaian pemeriksaan. Lebih baik bagi kita yang akan
bepergiaan ke luar negeri, usahakan sampai bandara 2 jam sebelumnya. Kita akan
cukup waktu untuk antre check-in, antri di bagian imigrasi,
pemeriksaan barang bawaan dimana ikat pinggang dan sepatu tidak luput untuk
kita lepaskan. Pengalamanku waktu itu dari setiap pemeriksaan di pintu metal detector aku selalu disuruh
mengulangi dan melepas ikat pinggang. Selain itu, kita tidak diperbolehkan juga
membawa air mineral yang cukup banyak ke pesawat, tapi santai saja air minum
banyak tersedia.
Saat di ruang tunggu, banyak juga orang
Indonesia yang mau ke Doha. Rata-rata mereka adalah keluarga yang ingin
berangkat umroh ataupun hanya transit di Doha sepertiku, maklum Doha adalah
salah satu pintu strategis menuju Saudi
Arabia selain Dubai. Dengan menggunakan Qatar Airways, penumpang asal Indonesia bisa melanjutkan
penerbangan ke Amerika, Eropa,
maupun Afrika via Doha setiap hari.Akhirnya,
panggilan untuk masuk ke pesawat Qatar
Airways pun terdengar juga.
Qatar Airways
Pesawat yang aku naiki adalah armada Airbus 330-200 yang berkapasitas 24
kursi kelas bisnis dan 248 kursi kelas ekonomi. Karena aku check-in agak
awal, jadi dapat tempat duduk bagian belakang. Fasilitas dalam pesawatnya lumayan
nyaman, mulai dari tempat duduk yang cukup lebar dibandingkan tempat duduk
pesawat lokal, perlengkapan bersih diri, dan entertainment yang
berisi puluhan movie dan video biar kita
nggak bosan di pesawat. Setiap penumpang mendapatkan semacam gift set yang
isinya kaos kaki, penutup mata, sikat gigi, yang dimasukkan dalam kantong kecil
yang bisa digantungkan di leher untuk tempat dokumen.
Soal makan, jangan khawatir. Selama
penerbangan 8 jam dari Jakarta ke Doha kita mendapatkan makan 2 kali, 3 jam
selepas take off dan 2 jam sebelum landing. Makanan cukup enak. Menu makanan
selalu ada 2 pilihan. Pada flight pertama saya mendapatkan 2 kali makan. Yang
pertama saya memilih beef, sedang
yang kedua, mereka menyebutnya snack
tetapi sebetulnya ya makan besar biasa, saya memilih chicken. Rasanya cukup enak.
Setelah sempat tidur beberapa jam
selama di pesawat akhirnya bandara Hamad International Airport mulai terlihat,
penampakannya dari atas sangat gersang karena berada seperti ditepi gurun
tetapi juga di dekat pantai.
Jam 11.00 siang waktu Doha atau jam
15.00 WIB akhirnya pesawat landing juga. Disini 4 jam lebih lambat dari waktu
di Indonesia. Waktunya untuk transit….!!!
Hamad International
Airport, Doha
Begitu kita keluar dari garbarata kita
akan tersambung dengan lorong-lorong panjang menuju area transit atau
kedatangan. Bagi penumpang yang tidak ingin keluar dari bandara bias terus
menuju ke Transfer & Departure terminal. Kita tinggal berjalan sesuai
dengan petunjuk yang diberikan. Petunjuknya sangat jelas terpampang di
sepanjang lorong-lorong tersebut. Kita bisa berjalan sepanjang lorong dengan
berjalan kaki biasa atau misalnya kita capek dan malas berjalan, kita bisa
memilih berjalan melalui eskalator yang letaknya berdampingan dengan lorong
biasa. Di ujung lorong-lorong ini seperti di bandara-bandara lain kita akan
bertemu dengan custom check area,
dimana barang bawaan kita akan di scan
sebelum memasuki terminal transit.
Ada baiknya pasport selalu kita simpan
di tempat yang mudah untuk setiap saat kita ambil agar tidak merepotkan diri
sendiri. Seperti yang sudah pernah saya tuliskan di atas, pada saat kita berada
di custom check, semua barang bawaan
yang mengandung logam sebaiknya dimasukkan ke dalam tas terlebih dahulu supaya
ketika kita melewati pintu detektor logam tidak berbunyi, karena kalau berbunyi
kita disuruh mengulangi lagi untuk melewati pintu detektor tersebut. Tiket dan
passport disimpan saja di dalam tas dan tidak perlu dikeluarkan, karena petugas
tidak akan menanyakan. Petugas hanya ingin men-scan barang bawaan/hand carry
kita.
Setelah selesai dari custom check, langkah kita akan langsung
diarahkan ke Doha Duty Free area. Menariknya
di tengah-tengah hall area ini ada boneka besar berwarna kuning. Hall ini lumayan luas, terletak di tengah-tengah antara Gate
A, B, C, D dan E. Di tengah-tengah, samping kiri dan kanan hall ada beberapa
meja customer service tempat penumpang bisa bertanya seandainya ada keraguan
atau pertanyaan tentang suasana di HIA, menanyakan lokasi Gate, tiket, jadwal
pesawat dan lain sebagainya. Walaupun ada 5 Gate: A, B, C, D dan E namun gate-gate ini
masih terletak pada area yang sama.
Petunjuk-petunjuk arah yang ada di HIA
sangat jelas sehingga memudahkan penumpang ketika mereka mencari informasi,
misal informasi mengenai letak gate, duty
free, food court, ATM, money changer, restoran, lounge dan lain sebagainya.
Petunjuk mengenai informasi pesawat terbang pun sangat mudah bisa dijumpai,
sehingga memudahkan penumpang untuk bisa melihat jadwal keberangkatan pesawat
dan dari gate berapa pesawat tersebut
akan diberangkatkan.
Setelah melihat jadwal keberangkatan
pesawat berikutnya dari Doha ke Beyrut aku dengan mudah menemukan gate mana
yang harus aku tuju. Dengan sangat yakin aku menuju ke gate yang dimaksud (gate
C5 kalau tidak salah waktu itu). Tetapi, begitu sampai di gate keberangkatanku
berikutnya ternyata tidak ada orang sama sekali di ruangan itu. Baik itu
petugas counter maupun calon
penumpang penerbangan ke Beyrut. Aku jadi ragu, akhirnya memutuskan untuk
kembali ke meja customer service yang
jaraknya agak jauh untuk bertanya. Ternyata aku sudah menuju gate yang benar,
hanya karena masih 2.5 jam lagi jadi gate nya belum buka.
Sambil menunggu aku duduk di kursi
ruang tunggu penumpang dengan tempat duduk yang nyaman dan ergonomis di luar
gate. Sembari menunggu aku melepaskan kebosanan dengan browsing internet dengan fasilitas yang tersedia. Setelah waktu boarding sudah dekat, aku segera menuju
gate dimana penerbangan selanjutnya akan diberangkatkan.
Beyrut
Penerbangan berikutnya menuju Beyrut,
ternyata walaupun masih menggunakan Qatar Airways tetapi pesawatnya lebih
kecil. Hampir sama dengan penerbangan domestic di Indonesia, seperti pesawat AA
dan Lion Air, seatnya cuma 6 baris. Di sini nuansa Lebanon sudah mulai terasa,
di mana para penumpang kebanyakan adalah orang Lebanon.
Penerbangan ditempuh dalam waktu sampai
3 jam. Finally, pesawatku landing di Rafic
Hariri Aeroport, Beyrut.
Di sini masih terang benderang, masih jam 17.30
waktu setempat. Yang belakangan aku tahu sunset di sini pukul 19.50 an. Airport
Beirut kecil dan tua, tidak terlalu banyak ornamen yg menarik. Imigrasinya
juga tidak rumit tapi dia tanya untuk keperluan apa aku ke beirut, aku tunjukin
surat tugas dari kantor dan visa dari Kedutaan Lebanon di
Kuningan, Jakarta. Airport Beirut biasa aja, untuk kedatangan atau
keberangkatan tidak terlalu istimewa. Begitu sampai di Beirut kesan pertamanya,
heran! Suasana kotanya semi modern, tapi tidak metropolis.
Kebanyakan gedung
berwarna coklat susu dengan acian seadanya juga bertumpuk-tumpuk seperti gedung
berantakan. Cuaca Beirut bulan April masih cukup dingin untuk suhu tubuh orang
Jakarta (yang biasa berada di daerah tropis). Ambil bagasi, keluar sudah ada
teman yang jemput. Dan…
Let the Journey begins!!!